Thermometer berbasis infrared menjadi marak digunakan di berbagai pintu masuk ruang publik ataupun perkantoran. Hal ini dilakukan demi memastikan semua orang yang masuk ke dalam ruangan publik ini tidak memiliki gejala-gejala COVID-19. Penggunaan termometer ini sangat efektif untuk mendapatkan pembacaan yang cepat, sesuai dengan kebutuhan screening di pintu masuk yang mempunyai lalu lintas yang tinggi.
Dilihat dari sisi Biomedical Engineering, ada dua cara pembacaan temperatur secara digital yang dapat dilakukan, menggunakan thermocoupling dan thermistor: bentuk termometer yang biasa masuk rektum atau mulut, atau menggunakan infrared, bentuk thermogun yang untuk membaca temperatur di dahi atau di kuping. Umumnya yang dipakai di gedung adalah yang berbasis thermogun karena kecepatan pembacaannya. Namun dia memiliki kekurangan yaitu pembacaan yang bisa kacau akibat suhu lingkungan atau akibat cahaya inframerah dari pantulan cahaya matahari.
Beberapa hari ini, saya lihat berbagai keluhan dari teman-teman yang mendapatkan angka pembacaan di bawah 35 derajat, secara medis ini jelas tidak mungkin. Dengan background Elektronika dan sempat belajar Instrumentasi Biomedik, saya kurang lebih tahu sedikit tentang mekanisme alat berbasis Infrared ini.
Analisanya sederhana, ada dua tipe thermo-gun yang tersedia di pasaran. Thermo gun yang dikhususkan untuk keperluan industri, untuk mengukur temperatur mesin yang sangat panas, jauh di atas 100 derajat Celsius, dan ada yang dikhususkan untuk keperluan medis, untuk mengukur suhu tubuh manusia. Hal yang perlu diperhatikan apakah bagian Biro Umum yang umumnya menguruskan hal ini dalam pengadaan thermo gun mengetahui spesifikasi ini?
Thermo Gun untuk keperluan industri ini memang kapabel untuk melakukan pengukuran, namun dapat meleset jauh untuk pembacaan di rentang suhu tubuh manusia.
Melalui tulisan ini, saya ingin memberi kritik dan masukan kepada pemegang kebijakan untuk merevisi kembali SOP dan tata laksana pembacaan suhu berbasis Thermo Gun, agar tepat sasaran, tepat guna, dan efektif dalam memberikan informasi yang sesuai untuk mencegah penyebaran virus Corona.
Saya rasa Expert di bidang ini di Indonesia masih terbatas, saya harap ada expert yang lebih memiliki kapabilitas menjelaskan ini untuk dapat merevisi penggunaan Thermo Gun yang kurang tepat. Berikut saya juga cantumkan salah satu demonstrasi yang dilakukan oleh praktisi dan ahli Thermal Imaging dari Amerika Serikat:
They said that drastic times calls for desperate measures, but one should not be too desperate to choose something that is ineffective or inaccurate – Jim Seffrin
“Mereka bilang waktu genting membutuhkan tindakan darurat, namun kita tidak boleh tergesa-gesa sehingga memilih sesuatu yang tidak efektif dan tidak akurat” – Jim Seffrin