‘Tis the season to be jolly, memasuki bulan Desember, di mana semua orang Kristen menyiapkan diri menyambut hari Natal. Di banyak tempat, Natal tidak hanya dirayakan oleh orang Kristen, namun oleh banyak masyarakat secara umum karena waktu-waktu Natal adalah saat berkumpul dengan sanak saudara, bersenda gurau, menikmati kebersamaan, dan saling memberi. Semaraknya suasana Natal dapat kita temui sehari-hari, pemutaran film-film bertema Natal di televisi, lagu-lagu Natal dimainkan di mall, hotel, restoran, dan berbagai tempat umum, tak lupa dengan hiasan dan dekorasi Natal yang secara megah dipasang di tempat-tempat tersebut.
Natal sering kali jadi polemik di Indonesia, banyak tekanan dari organisasi Islam yang menolak adanya atribut-atribut Natal yang diwajibkan dipakai oleh pegawainya (topi sinterklaas). Penolakan ucapan selamat Natal juga belakangan ini sering muncul. Di tengah maraknya gerakan-gerakan dari akar rumput organisasi-organisasi Islam, toleransi antar umat beragama selayaknya dijaga agar tidak memperlebar masalah. Wajarnya ada pemahaman tentang Natal, yang dirayakan oleh orang Kristen, dan momen kebersamaan Natal yang bersifat sekuler.
Sinterklaas atau Santa Claus adalah contoh fenomena sekuler dari Natal, di mana pemberian hadiah menjadi titik beratnya, melalui Sinterklaas, orang-orang membeli barang-barang berharga untuk orang terkasih. Bentuk perayaan ini adalah pesta, open-house, kumpul bersama, sebenarnya tidak jauh beda dengan konsep berkumpul bersama keluarga setelah Idul Fitri, anak-anak menerima hadiah dari orang tua dan paman/bibi, semua berkumpul berbahagia. Pembagian Natal sekular dan ibadah Natal ini ada di segala sisi, contoh dalam dekorasi, pohon Natal adalah dekorasi netral sedangkan palungan dan patung bayi Yesus adalah dekorasi relijius.
Begitu pula dengan lagu Natal, ada berupa himne, lagu pujian, dan ada juga lagu selebrasi Natal. Selebrasi atau perayaan Natal adalah lagu-lagu ceria yang membahas dan merayakan kebersamaan dalam waktu Natal, sedangkan lagu-lagu pujian dan himne ini membahas kelahiran Yesus Kristus. Untuk ruang publik, lagu-lagu sebaiknya adalah lagu perayaan ini, sifatnya adalah refleksi tahun ini, merayakan penghujung tahun, atau hal sederhana seperti musim salju dan tradisi yang terkait dengan musim dingin tersebut.
Agar tidak mengganggu agama lain, sebaiknya hal-hal seperti ini menjadi perhatian khusus oleh berbagai pengelola ruang publik. Mulai dari dekorasi Natal dan aksesoris yang dalam kewajaran dan bersifat netral dan nonrelijius. Lagu Natal yang dimainkan juga dapat dipilih agar tidak mengandung unsur-unsur pujian atau himnal. Sebagai penghujung dari artikel singkat ini, saya mencontohkan lagu-lagu instrumental Natal yang nonrelijius untuk ikut merasakan Natal, tanpa ikut merayakannya secara rohani.