Presipitasi adalah bagian dari siklus air. Presipitasi adalah produk dari kondensasi uap cairan di atmosfer dalam rupa hujan, hujan beku, salju, atau hujan es. Hujan terjadi akibat adanya droplet air berukuran kecil yang terkondensasi bersama partikel debu, garam, atau asap yang berfungsi sebagai nukleus. Setelah kondensasi tambahan, droplet air ini dapat bertumbuh besar ketika partikel-partikel ini bertumbukan. Setelah tumbukan terjadi sehingga droplet memiliki kecepatan jatuh yang mencukupi, maka droplet tersebut akan turun sebagai presipitasi.
Presipitasi digambarkan sebagai kedalaman vertikal yang akan dibentuk oleh air jika berada pada area datar tertentu, jika keseluruhan air yang turun jatuh pada area tersebut. Dewasa ini, peneliti dan ilmuwan dapat menghitung presipitasi secara langsung maupun tidak langsung, menggunakan penakar curah hujan ataupun teknik penginderaan jauh lainnya, seperti menggunakan sistem radar atau satelit.
Pengukuran dari Darat
Penakar hujan (rain gauge) mengukur jumlah curah hujan di lokasi tertentu. Umumnya pengukuran dari masing-masing penakar hujan digunakan untuk merepresentasikan curah hujan di area yang lebih luas, di antara situs penakar hujan berbeda. Namun, kenyataannya curah hujan dapat lebih deras/ringan di lokasi pemasangan penakar hujan atau bahkan tidak ada hujan sama sekali. Kerusakan dan penghalang, maupun adanya angin yang kencang dapat mengganggu pembacaan data curah hujan.
Radar cuaca mulai dikembangkan sejak Perang Dunia ke-II, umumnya digunakan untuk mengukur curah hujan, umumnya di atas daratan. Radar cuaca yang dipasang di darat mengirimkan energi microwave dalam bentuk pulsa dengan lebar beam yang sempit dan melakukan pembacaan dengan pola melingkar. Saat gelombang microwave yang dipancarkan bertemu dengan partikel presipitasi di atmosfer, energi gelombang tersebut akan dipantulkan ke segala arah, beberapa akan kembali ke radar. Pengukuran dengan radar cuaca digunakan untuk melakukan estimasi intensitas, ketinggian, dan jenis presipitasi (hujan, salju, hujan es), dan pergerakannya.
Pengukuran dari Luar Angkasa
Satelit pemantauan bumi dapat memberikan estimasi presipitasi dalam skala global. Untuk menyediakan fitur ini, satelit membawa instrumen pengukuran karakteristik atmosfer seperti temperatur awan dan partikel presipitasi atau hydrometeor. Data ini sangat bermanfaat untuk memberikan perspektif baru di mana data dari darat melalui radar ataupun penakar hujan memiliki keterbatasan. Satelit memberikan persepsi top-down dari turunnya presipitasi, bahkan dapat memberikan struktur tiga dimensi dari presipitasi. Observasi satelit yang demikian dapat dipakai oleh ilmuwan dan peneliti untuk membedakan hujan, salju, dan jenis presipitasi yang lain, serta intensitas struktur dan dinamika dari badai.
Tropical Rainfall Measurement Mission (TRMM) adalah misi gabungan antara NASA dan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) yang diluncurkan pada tahun 1997. TRMM mengukur hujan deras dan moderat di atas daerah tropis dan subtropis selama 17 tahun, hingga akhir misi tersebut pada April 2015. Pengukuran dari TRMM memberikan pengetahuan tentang fenomena hujan di daerah tropis, terutama di samudera, memberikan gambaran tiga dimensi intensitas badai dan strukturnya dari luar angkasa.
Global Precipitation Measurement adalah misi lanjutan dari TRMM, merupakan misi gabungan NASA-JAXA, berhasil di luncurkan pada tanggal 28 Februari 2014 dari Tanegashima Space Center di Jepang. Sistem ini membawa dua instrumen, Dual-frequency Precipitation Radar (DPR) dan GPM Microwave Imager (GMI). Data yang dihasilkan dari kedua instrmen ini dapat membantu melihat hujan ringan sampai deras dan salju layaknya sebuah CAT scan. Melalui konstelasi satelit internasional yang mengirimkan data presipitasi dari luar angkasa secara global yang dinamakan misi GPM, data hujan dan presipitasi lain seluruh dunia dapat diakses setiap 3 jam.
Algoritma Pengolahan Data Satelit Global Precipitation Measurement
JAXA melalui JAXA Global Rainfall Watch System menyediakan data Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMaP) yang menggunakan konstelasi satelit misi GPM dan satelit geostasioner lainnya untuk menghasilkan peta presipitasi global beresolusi tinggi. Data tiap jam dari presipitasi ini dapat diakses dengan resolusi spasial 0.1 derajat x 0.1 derajat. Informasi dari GSMaP digunakan tidak hanya untuk keperluan ilmiah, tapi juga untuk meteorology, pencegahan bencana alam, pemantauan iklim, pemantauan agrikultur, dan lain lain. Penggunaan data GSMaP harus menyantumkan pemilik data yaitu JAXA Global Rainfall Watch System.
NASA juga mengembangkan algoritma IMERG yang menggunakan konstelasi satelit GPM. Algoritma ini juga dapat digunakan untuk mendapatkan angka presipitasi di mana tidak terdapat instrumen di darat. Algoritma ini menggunakan estimasi presipitasi dari waktu operasional TRMM dan digabung dengan estimasi yang didapatkan oleh satelit GPM (2014 – sekarang). Google Earth Engine menyediakan baik algoritma GSMaP maupun IMERG, penggunaan data GSMaP di GEE tetap perlu menyantumkan pemilik data, yaitu JAXA, sedangkan data IMERG merupakan data NASA dan bebas digunakan oleh siapapun.

Sumber