Peringkat Bahaya Kebakaran adalah komponen dari sistem manajemen kebakaran yang menghitung faktor-faktor bahaya kebakaran menjadi satu atau lebih indeks kualitatif tentang kebutuhan proteksi terkini. Pada praktiknya, bahaya kebakaran dipengaruhi oleh topografi, jenis bahan bakar, dan cuaca. Sistem Pemeringkatan Bahaya Kebakaran di dunia umumnya menggunakan indeks cuaca kebakaran (Fire Weather Index). Canadian Fire Weather Index System (Sistem FWI) menggunakan data cuaca untuk menghitung potensi kebakaran hutan di Kanada. Sistem ini menghitung bahaya kebakaran berdasarkan kondisi lampau dan kondisi sekarang, melalui temperatur, kelembaban, kecepatan angin, dan hujan. Sistem ini mampu menghasilkan informasi yang memadai dengan jumlah data yang sedikit, sehingga sistem ini paling banyak digunakan di dunia.
Van Wagner mengembangkan versi Sistem FWI yang ditulis dalam program FORTRAN 77. Canadian Forecast Service juga menyediakan script untuk menghitung nilai FWI dalam bahasa FORTRAN 95, C, C++, Python, Java, dan SAS/IML. Sistem FWI hanya tergantung oleh pengukuran cuaca yang diambil setiap hari pada tengah hari waktu lokal. Input harian dari sistem terdiri dari temperatur, kelembaban relatif, keepatan angin, dan hujan di atas 24 jam. Melalui data-data ini, FWI menghasilkan tiga kode kelembaban, yaitu:
- Fine Fuel Moisture Code (FFMC)
- Duff Moisture Code (DMC)
- Drought Code (DC)
Nilai kode kelembaban ini jika semakin tinggi, menunjukkan bahaya kebakaran yang lebih tinggi. Sistem FWI juga menghasilkan tiga indeks keluaran, yaitu:
- Initial Spread Index (ISI)
- Build-Up Index (BUI)
- Fire Weather Index (FWI)
Sistem Pemeringkatan Bahaya Kebakaran Indonesia dan Malaysia
Sistem Pemeringkatan Bahaya Kebakaran yang dikembangkan di Indonesia dan Malaysia menggunakan basis yang sama dari Sistem FWI. Perbedaan dari implementasinya adalah bagaimana angka FWI dikalibrasi untuk mengikuti kondisi regional. Umumnya persamaan yang digunakan oleh berbagai negara untuk menghitung nilai FWI tetap sama, namun cara intrepretasi dan kebijakan apa yang ditempuh untuk nilai-nilai yang berbeda. Gambut dan alang-alang umum terjadi di Indonesia, di mana kebakaran gambut umumnya terjadi di bawah tanah dan sulit dipadamkan, dan kebakaran pada alang-alang mudah menjalar ke area yang lebih luas. Kebakaran ini menghasilkan kabut asap yang mengganggu tidak hanya daerah sekitar, namun seringkali sampai negara tetangga.
Umumnya nilai FWI dihitung menggunakan data-datanya dari stasiun cuaca BMKG yang tersebar di sekitar Indonesia, ditambah dengan data-data dari berbagai satelit cuaca. Melalui Google Earth Engine, data cuaca hasil analisis ulang seperti ERA5 Reanalysis dari ECMWF dapat memberikan kondisi perjam dari cuaca dunia dengan resolusi yang tinggi. Data ini dapat digunakan, misalnya untuk menghitung nilai FWI di lahan gambut di Indonesia pada kondisi El Nino lampau, di mana terjadi kekeringan dan kebakaran hutan melanda Indonesia sehingga kabut asap meliputi berbagai daerah. Data ini dapat digabungkan dengan data MODIS untuk melihat kejadian kebakaran hutan. Melalui data-data ini, kita dapat melihat gambaran bagaimana kebakaran terjadi, hanya melalui data MODIS dan FWI.
Artikel ini ditulis dalam rangka merangkum salah satu bahasan di pelatihan sesi pertama oleh NASA (Applied Remote Sensing Training). Program ini berjalan dari 11 Mei 2021 sampai dengan 27 Mei 2021.