Saya adalah seorang insinyur teknik elektro berumur 24 tahun saat menulis artikel singkat ini. Saya mendapatkan gelar Sarjana Teknik dari Universitas Indonesia. Saya bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi selama 3 tahun setelah saya lulus. Setelah belajar dan melaksanakan pekerjaan di bidang elektronika, saya semakin terpacu untuk mendalami bidang ini dengan kuliah S2. Melihat opsi-opsi yang ada di dalam negeri, baik di Universitas Indonesia maupun di Institut Teknologi Bandung, saya merasa perlu untuk belajar di luar negeri. Mengingat suatu kutipan, “kalau kuliah S2 di Indonesia, kamu cuma jadi copy dari copy“, dengan artian bahwa riset yang dilakukan oleh mahasiswa S2 di sini adalah riset bawaan dari saat dosen melakukan program Doktor di luar negeri. Setelah lama menimba ilmu dan mencoba mengaplikasikannya selama bekerja, saya membulatkan tekad untuk menyiapkan studi S2 saya.
Saat melakukan riset tentang beasiswa yang dapat saya ambil, pertama kali saya mencoba mendaftar skema pendanaan dari pemerintah Jepang (MEXT), saat itu, saya sulit sekali menemukan program yang sesuai. Alhasil, karena keterbatasan informasi dan bahasa, saya tidak diterima. Setelah itu, saya coba mendaftar skema beasiswa dari pemerintah Inggris (Chevening), setelah mengumpulkan berkas dan mengisi formulir aplikasi, sayapun sadar, kemampuan berorganisasi saya terbatas dan Chevening memang ditujukan untuk profesional yang akan mampu menunjukkan pengalaman memimpin yang konkret. Singkat cerita, aplikasi saya tidak lolos ke tahap shortlist.
Saya memantau website informasi beasiswa untuk negara berkembang, scholars4dev.com, di mana saya melihat peluang beasiswa di Swedia. Swedia dan berbagai negara di Uni Eropa sangat tertarik dengan bagaimana Sustainable Development Goals dapat diterapkan di lebih banyak negara, melalui pelajar-pelajar yang ingin belajar di negaranya, untuk mendapatkan ilmu dan mengimplementasikan SDG. Saya tertarik dengan dua jurusan yang ada di KTH maupun Chalmers University, yaitu Embedded Computing System dan Communication Engineering. Sayapun mendaftar untuk empat program yang terbagi di KTH dan Chalmers University. Di tengah pencarian opsi lain, saya menemukan Erasmus Mundus melalui konsorsium Erasmus Mundus Embedded Computing System (emecs.eu). Selama ini saya sering mendengar Erasmus Mundus, namun masih belum mengetahui bagaimana beasiswa tersebut diberikan.
Membaca lebih lanjut tentang Erasmus Mundus, saya mulai sadar kalau program S2 yang ditawarkan oleh Erasmus Mundus dikelola oleh masing-masing konsorsium, yang memiliki program studi yang disepakati oleh dua atau lebih universitas. Biaya beasiswa dibayarkan oleh Uni Eropa, namun pelaksanaannya diatur oleh konsorsium. Sayapun memulai dan melihat katalog beasiswa Erasmus Mundus Joint Master Degree (EMJMD) ini, di mana EMECS merupakan salah satu program yang mendapatkan funding dari Erasmus Mundus. Setelah melihat sekilas judul-judul dan melihat lebih detil isi program, saya memutuskan untuk mendaftar ke tiga program (maksimal aplikasi yang diperbolehkan), yaitu Smart Systems Integrated Solutions (SSIs), Erasmus Mundus Embedded Computing System (EMECS), dan Green Networking and Cloud Computing (GENIAL). Setelah saya mendaftar ke Swedia dan Erasmus Mundus, saya mulai mempersiapkan diri untuk mendaftar tes IELTS.
Saya cukup familiar dengan test TOEFL ITP, karena sudah dua kali mengikutinya, saya cukup yakin kemampuan membaca (reading comprehension) dan kemampuan mendengar (listening comprehension) saya cukup baik, sehingga saya memfokuskan diri untuk melakukan persiapan yang lebih intensif untuk Speaking dan Writing. Saya menyiapkan diri melalui menonton kanal YouTube, contoh-contoh IELTS Speaking Exam dan poin-poin apa saja yang perlu diperhatikan. Selain itu, saya membeli akses ke kursus IELTS online (aehelp.com). Persiapan ini saya lakukan di bulan November – Desember, saat banyaknya tugas kerja di kantor berupa Focus Group Discussion, sehingga pada hari-H ujian, selesainya dari acara FGD, saya print bukti booking ujian IELTS di hotel dan langsung pergi ke lokasi tempat ujian IELTS. Pengalaman IELTS pertama ini cukup berkesan karena harganya yang tidak murah dan saya sedikit kurang yakin dengan persiapan saya yang terbatas. Puji Tuhan, setelah 5 hari kerja, saya dapat melihat bahwa hasilnya baik dan memenuhi persyaratan. Setelah IELTS sudah di tangan, saya mulai fokus mempersiapkan keperluan yang lain.
Menyiapkan dokumen beasiswa saat sedang bekerja cukup tricky, bersyukur di tengah pandemi COVID-19, pekerjaan menjadi lebih fleksibel dan dapat dilaksanakan dari mana saja. Walaupun ada kendala dalam pembuatan paspor, akhirnya saya dapat menerima paspor. Permohonan reference letter dapat dilakukan via e-mail untuk menghindari kontak langsung agar aman dari penyebaran virus. Di luar jam kantor, saya memoles dan menulis kembali motivation letter hingga lebih padat dan representatif menunjukkan kemampuan, pengalaman, dan rencana studi dan masa depan saya. Untuk masing-masing program, saya tonjolkan bagian-bagian berbeda dari pengalaman saya yang lebih relevan dengan program tersebut, namun ketiganya memiliki tema yang serupa dan sejalan dengan pengalaman yang saya miliki selama bekerja di BPPT. Saya meminta surat rekomendasi yang dapat membantu memberikan satu cerita yang koheren dengan aplikasi saya, saya berusaha agar masing-masing dokumen memberikan informasi berbeda namun menunjukkan kesinambungan mulai dari potensi akademik saya, pengalaman akademik, profesional, dan kemampuan saya, dan mengapa saya cocok untuk dapat studi di program tersebut.
Setelah mengumpulkan semua berkas, mengisi semua formulir, saya menunggu kepastian. Semua sudah saya upayakan untuk mengirimkan sebuah aplikasi yang utuh dan menjual kemampuan dan pengalaman saya. Sampai di bulan Maret, mulai ada informasi, saya tidak diterima untuk beasiswa dari Swedia (KTH), dan dari GENIAL, saya mulai sadar, di tengah pandemi ini, banyak sekali yang mencari peluang baru, untuk belajar dengan beasiswa sambil menunggu industri kembali pulih setelah ekonomi berjalan dengan normal kembali. Ribuan orang yang mendaftar di beasiswa-beasiswa prestigius seperti ini, namun hanya puluhan yang diterima. Namun, saya senang saat menerima e-mail bahwa saya sudah masuk shortlist untuk beasiswa dari SSIs, di mana saya diminta hadir dalam wawancara online melalui Microsoft Teams.
Saya mempersiapkan diri untuk wawancara, menyiapkan bahan wawancara dengan visualisasi power point yang dibantu oleh adik saya. Jam wawancara dimulai setelah selesai jam kerja, sehingga saya mempersiapkan diri untuk tampil rapih dengan jaket dan dasi. Dalam wawancara, saya menceritakan pengalaman dari kuliah, kerja, dan hobi saya. Profesor yang mewawancara bertanya karena tertarik melihat keberagaman dalam riset yang saya pernah lakukan. Namun, fokus yang ditanyakan ada pada saat saya membantu riset dosen saat kuliah di laboratorium Nano Devices. Wawancara berlangsung dengan cukup baik, saya berterima kasih atas kesempatan yang diberikan. Saya cukup puas dengan hasil wawancara, namun merasa minder apakah hasilnya cukup baik dibandingkan peserta yang lain.
Setelah wawancara, saya kembali menunggu, kembali bekerja seperti sebelumnya. Selama bulan Maret tersebut, cukup banyak hal yang saya perlu kerjakan. Beberapa musibah datang dan di akhir Maret saya terkena penyakit Demam Berdarah Dengue. Mengalami demam tinggi, setibanya di rumah sakit, saya dilakukan skrining COVID-19, setelah dinyatakan bebas dari virus SARS-CoV-2, saya dirawat inap di rumah sakit. Pada saat di rumah sakit, saya menerima e-mail dari universitas koordinator program SSIs, yang menyuruh untuk membuka aplikasi web pendaftaran karena ada dokumen hasil yang telah di-upload. Saya minta tolong adik saya untuk membukakan lewat laptop-nya, dan melihat bahwa saya diterima untuk mendapatkan beasiswa Erasmus Mundus untuk program SSIs. Setelah menjawab tawaran beasiswa dan mendeklarasikan bahwa saya belum pernah mendapatkan beasiswa Erasmus Mundus, proses selanjutnya akan diberikan di bulan April ini. Sambil menunggu proses selanjutnya, saya tuliskan artikel ini untuk mendokumentasikan perjalanan saya hingga menerima beasiswa dari Erasmus Mundus.
Sekian sharing singkat tentang perjalanan penerimaan beasiswa SSIs yang saya peroleh untuk tahun 2021-2023. Silakan meninggalkan komentar jika Anda ingin bertanya tentang proses lebih detil.